bookmate game
Soseki Natsume

Kokoro

Meld me wanneer het boek is toegevoegd
Dit boek lezen upload een EPUB- of FB2-bestand naar Bookmate. Hoe kan ik een boek uploaden?
&quote;Rich in understanding and insight.&quote;—The New Yorker What is love, and what is friendship? What is the extent of our responsibility to ourselves and to others? Kokoro, signifying &quote;the heart of things,&quote; examines these age-old questions in terms of the modern world.A trilogy of stories that explores the very essence of loneliness, Kokoro opens with &quote;Sensei and I,&quote; in which the narrator recounts his relationship with an intellectual who dwells in isolation but maintains a sophisticated worldview. &quote;My Parents and I&quote; brings the reader into the narrator's family circle, and &quote;Sensei and His Testament&quote; features the eponymous character's explanation of how he came to live a life of solitude.Natsume Soseki (1867–1916), perhaps the greatest novelist of the Meiji period, remains one of Japan's most widely read authors. He wrote this novel in 1914, at the peak of his career, and it remains an excellent introduction to modern Japanese literature.
Dit boek is momenteel niet beschikbaar
254 afgedrukte pagina’s
Jaar van uitgave
2012
Hebt u het al gelezen? Wat vindt u ervan?
👍👎

Impressies

  • b7338932796deelde een impressie6 jaar geleden

    The only word which can fully describe all the profoundness of the novel is Kokoro. What a magnificent word. How Natsume wrote "this story is probably necessary for the understanding of the nature of the human being"

  • R Güemesdeelde een impressie4 jaar geleden
    👍De moeite van het lezen waard
    🔮Verborgen diepten
    💡Heel leerzaam

    Un libro lleno de frases y situaciones para reflexionar. Nuestros actos tienen siempre consecuencias.

  • fredeelde een impressie5 jaar geleden
    🔮Verborgen diepten

    Alurnya lambat banget-benar-benar mengganggu. Buku ini nggak sampai 300 halaman tapi saya baru selesai baca setelah satu minggu pinjam dari perpustakaan, itupun setengahnya saya paksa-paksain baca hari ini. Poin utama ceritanya ada di babak ketiga, baru mulai di pertengahan, yang mana bikin saya merasa dua babak awal yang dituturkan narator ini terlalu panjang dan bertele-tele (meski sebenarnya punya peran penting juga).

    Dulu beberapa teman sesama penulis pernah ngasih saya saran untuk tidak memakai terlalu banyak sudut pandang dalam sebuah cerita. Cukup satu sudut pandang yang konsisten aja gitu katanya. Alhasil saya mungkin kurang berksperimen mencampur-aduk sudut pandang, dan baca buku ini sedikit bingung sekaligus merasa kontra. Itu pada awalnya doang, sih. Sekarang saya justru mau bilang terima kasih-karena berkat Natsume Souseki-sensei saya jadi tercerahkan, tersadar kalau penggunaan banyak sudut pandang tidak langsung membuat satu buku itu jadi jelek. Asalkan jago meramu aja, sih. Mungkin bisa saya jadikan acuan untuk menulis ke depannya.

    Terlepas dari ¾ bagian buku yang menurut saya terlalu lambat, panjang, dan bertele-tele ini, sisa ¼ bagiannya cukup memuaskan. Saya jadi lumayan bisa menghargai betapa lambatnya buku ini berjalan setelah selesai membaca sampai ending-bahwasanya pace lambat itu memang dibutuhkan dan menjadi esensi penting dalam buku ini sendiri. Serasa ada segumpal kertas hitam dijejalkan paksa agar menyangkut di tenggorokan saya. Sampai sekarang masih nggak mau hilang.

    Mengingat buku ini ditulis pada zaman Taisho (1912-1926), dan berlatar pada zaman Meiji (1868-1912), saya apresiasi banget keberanian Natsume Souseki dalam mendobrak topik baru yang diusung oleh tulisan-tulisannya. Pembicaraan seputar depresi, kecemasan, gangguan mental, atau bunuh diri di masa sekarang mungkin sudah banyak dibahas, makanya saya sendiri agak bosan membaca ini-masih ada buku lain di luar sana yang ditulis di masa yang lebih dekat dengan saya, dengan gaya penyampaian yang tidak sekuno milik Souseki, jatohnya jadi jauh lebih menarik. Well, nggak ada salahnya juga menilik topik ini dari persepsi awal masa modern Jepang.

Citaten

  • dericebeebzciteerde uit4 jaar geleden
    How can I escape, except through faith, madness, or death?
  • Nikolai C.citeerde uit10 maanden geleden
    “Why is it, Sensei, that you are not as interested in books as you once were?”

    “There is no particular reason . . . Well, perhaps it is because I have decided that no matter how many books I may read, I shall never be a very much better man than I am now. And . . .”

    “And?”

    “This is not very important, but to tell you the truth, I used to consider it a disgrace to be found ignorant by other people. But now, I find that I am not ashamed of knowing less than others, and I am less inclined to force myself to read books. In short, I have grown old and decrepit.”
  • Nikolai C.citeerde uitvorig jaar
    His curt and cold ways were not designed to express his dislike of me, but they were meant rather as a warning to me that I would not want him as a friend. It was because he despised himself that he refused to accept openheartedly the intimacy of others. I feel great pity for him

Op de boekenplanken

fb2epub
Sleep je bestanden hiernaartoe (maximaal 5 per keer)